Postingan

MERDEKA; KATA SIAPA?

Gambar
Seseorang bergumam, Merdeka, kata mereka adalah bebas memilih jalan hidup. Tapi bagiku, merdeka ibarat seseorang yang berjalan di padang luas, melihat oase di kejauhan namun tetap terikat pada langkah yang berat. Aku di sini, kamu di sana. Jarak ini panjang, dan setiap perbincangan kita seperti setetes air di tengah dahaga. Aku ingat betul caramu menaruh perhatian pada setiap cerita. Singkat, tapi cukup membuatku percaya bahwa kehangatan bisa lahir bahkan dari percakapan yang tak panjang. Sejak itu, entah mengapa, aku jatuh cinta. Kamu, dengan wajah teduh seperti halaman pertama sebuah kitab yang belum selesai kubaca. Kamu hadir dalam ceritaku bukan sekadar nama. Kamu yang pernah bercita-cita menjadi perawat, lalu penegak hukum, kini memilih jalan mulia sebagai pengajar. Sembari menunggu perlahan mimpimu terwujud. Aku kagum pada caramu menyalakan semangat anak-anak dengan kesabaran. Seakan setiap kata darimu adalah pelita kecil yang sanggup menuntun banyak langkah. Di seber...

JATUH, TENGAH BERAKHIR

Gambar
Aku pernah percaya bahwa semesta bisa menata ulang jalannya hanya untuk dua orang yang saling mengingat tapi belum pernah benar-benar saling mengenal. Bahwa mungkin aku dan kamu bukan pertemuan pertama, melainkan pengulangan dari sesuatu yang pernah selesai di kehidupan sebelum ini. Rasanya seperti mengenalmu lebih dulu sebelum aku sempat menyapamu. Wajahmu tidak asing, bahkan caramu tertawa pun terasa seperti gema dari masa yang tak tercatat dalam sejarah. Setiap pertemuan kecil, setiap perjumpaan singkat—semuanya membekas tanpa perlu dimaknai terlalu dalam. Aku jatuh hati bukan karena kamu sempurna, tapi karena kamu terasa seperti rumah yang pernah kutinggali dalam mimpi-mimpi yang paling sunyi. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan—perasaan itu tumbuh seperti akar kecil di dalam dada, tanpa pernah aku berani mencabut atau merawatnya terlalu terang-terangan. Aku kira waktu hanya butuh keberanian sedikit lagi agar semuanya bisa mengarah ke saling. Aku kira, ...

SEPERTI LAGU // RUMAH KE RUMAH

Gambar
Pernahkah kamu mengingat bahwa kita dulu pernah punya selera musik yang sama? Playlist yang kita susun seperti daftar kenangan yang tak pernah ingin kita akhiri. Lagu-lagu itu menjadi suara latar saat kita berkendara tanpa arah, sambil berteriak—bukan karena marah, tapi karena kita ingin dunia tahu bahwa kita sedang bahagia. Kita tidak sekadar mendengarkan; kita hidup di dalam lagu-lagu itu, menyatu dalam lirik yang kadang terlalu jujur untuk diabaikan. Namun segalanya berubah setelah kamu tak lagi ada. Aku pernah mencoba menyalakan satu dua lagu dari daftar lama itu, tapi dada terasa berat, seperti menarik napas di dalam ruang sempit. Lirik yang dulu membuatku tersenyum kini seperti serpihan kaca yang menggores dari dalam. Lagu yang kita hafal sampai ke detik heningnya kini menjadi penanda betapa sunyinya ruang setelah kepergiamu. Dan aku, entah kenapa, seperti kehilangan bahasa. Musik yang dulu menyelamatkanku kini justru melukai. Ada hari-hari di mana aku sengaja...

KOTA TEMBAKAU: SELEPAS HUJAN REDA

Gambar
Selepas hujan reda, langit kota masih menggantungkan sisa mendung yang belum sempat sepenuhnya luruh. Jalanan licin, aspal menghitam, dan udara membawa wangi tanah basah bercampur samar aroma tembakau yang sudah lama menjadi nyawa kota ini. Aku melaju pelan di antara sisa genangan, dengan hati yang, entah bagaimana, lebih riuh dari suara hujan yang baru saja berhenti. Hari itu, ada denyut yang tak biasa, semacam rasa syukur yang muncul hanya karena aku sedang menuju seseorang yang membuat hari ini lebih berarti dari biasanya, dan jalan menuju temu menjadi perjalanan yang ingin kuabadikan sepanjang usia. Aku terlambat, bukan karena sengaja, tapi karena lampu merah itu seolah berkonspirasi dengan waktu, menahanku di tiap detiknya yang terasa lambat sebelum akhirnya berubah hijau. Setiap angka di hitungan mundur terasa seperti ujian kesabaran yang tak kunjung selesai. Di antara helaan napas yang berat dan degup yang tak karuan, aku hanya bisa berharap kamu mau menunggu, sepert...

STRAWBERRY SUNDAE

Gambar
Segalanya bermula sesederhana strawberry sundae yang tak sengaja kita pesan bersamaan di kedai kecil itu. Dua kursi terpisah, satu meja panjang yang menghubungkan kita tanpa niat. Dua bola mata bertemu dalam jeda tak terencana, seolah semesta terlalu iseng mempertemukan dua orang yang sama-sama tidak sedang mencari siapa-siapa. Saat itu aku merasa, barangkali memang ada benang tak kasat yang mengikat kita dalam situasi yang sebentar ini. Kecantikanmu bukan perkara bentuk, bukan pula tentang cara rambutmu jatuh atau caramu tersenyum. Kecantikanmu adalah caramu menunduk saat malu, caramu menahan tawa saat obrolan mulai tak jelas ujungnya. Kecantikanmu adalah kehadiranmu yang tak berniat mencuri perhatian, tapi tetap menguasai ruang dengan sederhana. Sejak itu aku tahu, ada sesuatu yang lahir di dadaku: bukan gejolak, tapi semacam pengakuan sunyi bahwa aku ingin mengenalmu lebih jauh. Kita berbincang, seolah waktu memutuskan memberi bonus detik-detik tambahan yang tak pernah k...

SAID I LOVE YOU FOR 49 DAYS

Gambar
Aku tak tahu persis kapan segalanya dimulai. Hanya ingat kali pertama menatapmu, dunia seolah memberi jeda sepersekian detik lebih lama dari biasanya. Ada rasa yang tak asing, seolah aku mengenalmu jauh sebelum kita dilahirkan, sebelum langkah kita saling bersilang di ruang ini. Bukan sekadar rasa suka yang muncul tiba-tiba, tapi semacam pengakuan sunyi dari jiwa yang akhirnya menemukan satu fragmen hilang yang lama ia cari. Saat itu aku tahu, ada cerita yang menungguku di balik caramu tersenyum pelan. Kita banyak bicara, meski kadang tak ada arah pasti. Kita saling ejek, saling goda tanpa skrip, tanpa alasan yang jelas. Tidak ada tujuan, tapi aku menemukan rumah di percakapan ringan kita itu. Setiap kalimatmu mengendap di pikiranku lebih lama dari yang seharusnya. Aku tertawa bersamamu, dan di balik tawa itu aku tahu: kamu adalah jeda yang membuat hari-hariku tak terlalu berat untuk dilalui. Semua ejekan kita, ternyata adalah caraku belajar merindukanmu tanpa harus berkata...

SEUTAS KALIMAT PERSEMBAHAN

Gambar
Beberapa hari terakhir, aku tidak lagi bermimpi indah—bukan karena dunia sedang murung, tapi karena malam tak lagi sempat kujadikan ruang istirahat. Tidur tak pernah benar-benar utuh, hanya jeda dari layar yang terus menyala, dari kertas-kertas yang penuh coretan, dari sistem deadline yang terasa seperti pasal yang terus menekan. Aku bukan sedang lelah, aku hanya sedang terus-menerus dituntut menjadi waras, di tengah perkara akademik yang tak kenal empati. Lalu, di antara hiruk bab metodologi dan debat kecil tentang kerangka konseptual, ada harapan yang menjelma. Ia tidak datang sebagai ucapan semangat, tidak juga berupa pelukan. Ia hadir sebagai logika yang perlahan tersusun, sebagai kelegaan saat satu paragraf rampung tanpa keraguan. Mungkin beginilah cinta yang tidak melulu romantis: ia hadir dalam bentuk kesetiaan terhadap hal yang tidak selalu menyenangkan, tapi layak diperjuangkan. Kamu, pernah ikut dalam sebagian awal cerita ini. Kita bukan sepasang tokoh utama di dr...