JATUH, TENGAH BERAKHIR
Aku pernah percaya bahwa semesta bisa menata ulang jalannya hanya untuk dua orang yang saling mengingat tapi belum pernah benar-benar saling mengenal. Bahwa mungkin aku dan kamu bukan pertemuan pertama, melainkan pengulangan dari sesuatu yang pernah selesai di kehidupan sebelum ini. Rasanya seperti mengenalmu lebih dulu sebelum aku sempat menyapamu. Wajahmu tidak asing, bahkan caramu tertawa pun terasa seperti gema dari masa yang tak tercatat dalam sejarah. Setiap pertemuan kecil, setiap perjumpaan singkat—semuanya membekas tanpa perlu dimaknai terlalu dalam. Aku jatuh hati bukan karena kamu sempurna, tapi karena kamu terasa seperti rumah yang pernah kutinggali dalam mimpi-mimpi yang paling sunyi. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan—perasaan itu tumbuh seperti akar kecil di dalam dada, tanpa pernah aku berani mencabut atau merawatnya terlalu terang-terangan. Aku kira waktu hanya butuh keberanian sedikit lagi agar semuanya bisa mengarah ke saling. Aku kira, ...