MENITIP SURAT II

Untuk gadis ujung pesisir,

Aku harap kamu dalam keadaan baik dan bahagia dengan kehidupan yang sedang kamu jalani sekarang. Maaf kalau tiba-tiba aku kirim pesan ini, tapi ada sesuatu yang sudah lama aku simpan dalam hati, dan rasanya sekarang waktunya aku ungkapkan—bukan untuk mengganggu, tapi untuk menyelesaikan.

Jujur, aku masih ingat kali pertama melihatmu waktu masa-masa awal persimpangan. Meski hanya sepintas, entah kenapa ada rasa yang berbeda. Tapi saat itu aku memilih menjaga jarak, karena aku masih terikat janji dengan seseorang. Seiring waktu, semuanya berubah. Janji itu tak lagi dijaga, dan aku pun kehilangan arah.

Beberapa waktu kemudian aku coba menghubungimu lagi, tapi aku sadar kamu sudah punya jalanmu sendiri. Saat itu, jujur, aku kecewa—bukan karena kamu salah, tapi karena aku terlambat. Mungkin aku terlalu banyak berharap diam-diam, dan itu salahku sendiri.

Setelah semua yang terjadi, aku sadar bahwa kamu pernah jadi bagian penting dalam perjalanan hidupku. Aku pernah berharap, pernah menyesal, dan pernah terlalu sering membandingkan orang lain denganmu. Tapi sekarang, aku sedang belajar menerima dan melepaskan.

Terima kasih karena pernah hadir, walau hanya sebentar. Terima kasih karena membuatku belajar banyak tentang rasa, harapan, dan kehilangan. Aku tidak berharap apa-apa dari surat ini, hanya ingin bilang: aku ikhlas dan ingin melangkah maju.

Semoga kamu selalu bahagia, dimanapun dan dengan siapapun kamu berada. Dan semoga suatu hari nanti, aku bisa menyebut namamu hanya dengan senyum, bukan dengan luka.

Salam hangat,
Ujung sebrang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAWAR DI BUMI RAFFLESIA

TENGAH JATUH

CANTIK SEUTUHNYA