SISA HARI

Masih tentang hujan, aku bosan seharian hanya mendengar suara rintikan. Deras tidak deras reda pun masih lama. Entah ku sebut apa jenis hujan ini. Hawa dingin selalu menyelimuti. Aku hanya ingin meminum secangkir jahe hangat agar saat memikirkanmu, isi kepalaku tidak begitu kaku. Aku masih percaya takdir Tuhan, bagaimana Tuhan mengatur segala skenarionya agar tetap bisa mempertemukan kita. Aku juga masih sangat yakin, tulisan-tulisan yang sudah menjadi kisi dari atas langit sana tetap terjaga dengan rapi. Mungkin bagi orang lain terdengar khayal dan mustahil. Tapi, tidak berlaku bagiku.

Jujur aku sempat khawatir dengan keadaanmu. Setelah terakhir kali aku melihat bola matamu. Aku merasa cemas, sepertinya kamu sedang tidak baik-baik saja. Kamu yang biasanya terlihat ceria kenapa malah terlihat pucat dan lesu. Tapi aku harap dugaanku salah. Kalau boleh tebak menebak, kamu juga sedang berperang dengan pikiranmu. Namun, aku tidak begitu paham secara mendetail apa yang sedang terjadi denganmu. Aku hanya ingin melihat kamu bahagia dan nyaman dengan dirimu, aku hanya takut jika kehadiranku malah membuatmu merasa terganggu dan membuatmu tidak enak hati.

Terkadang saat peperangan melawan isi kepala sedang gencar-gencarnya, musuh paling serius adalah rasa sepi. Sebab sepi hanya tinggal satu diri setelah semua teman-temannya kita habisi. Sepi adalah sebuah jelmaan dari sekian cerita-cerita yang telah pudar. Aku sangat tahu kalau situasi itu menjadi musuh terbesarmu. Apa aku harus menghampirimu? Boleh asal kamu mau. Aku hanya punya pesan singkat, kalau memang dirimu sedang sepi, nikmati saja rasa sepi itu. Siapa tahu dalam sepi kamu temukan nyamanmu. Kamu tidak sendirian.

Beberapa hari terakhir ada berbagai penyesalan yang kerap aku rasakan. Sepertinya dalam mewujudkan arah tuju, aku sangat ambigu. Aku heran apakah caraku yang keliru atau dirimu yang tidak paham dengan maksudku? Ataukah aku yang selalu terburu-buru dalam menyimpulkan sesuatu? Nampaknya, haruskah aku mengulang saat pertama kali kita saling berkenalan? Sepertinya sangat sukar dan hanya akan mengulur waktu saja jika harus kembali ke masa-masa itu. 

Aku jadi teringat saat sebelum kita saling berkenalan. Dengan cuaca sama seperti sekarang dan situasi setelah hujan reda. Saat itu aku berhenti sejenak untuk memakai mantol hujan. Karena teringat pepatah lama mengejek. "Sedia logika sebelum hati terluka" eh salah maksudnya "sedia payung sebelum hujan". Aku memakainya dan tidak sengaja melihat papan besar terpampang. Saat itu aku sempat melihat iklan di sebuah Billboard besar dalam bahasa Inggris yang kalau aku maknai kurang lebih artinya minuman sehat luar dalam. Sementara parasmu adalah cantik luar dalam. 

Sebetulnya kalau nanti kita tidak ditakdirkan bersama, setidaknya ada waktu luang agar kita dapat saling bercerita. Maukah dirimu menyempatkan waktu? Jujur, untuk saling mengenal tidak perlu saling menaruh hati, cukup menjadi teman bercerita setiap saat aku akan lebih bersyukur. Karena obat dari rasa sepi adalah bercerita. Menjadi pendengar sebagai dokter sekaligus perawatnya. Aku siap jika harus mendengar semua ceritamu. Tapi ingat, kita harus bergantian. Karena kalau semuanya ingin menjadi pendengar lantas siapa yang akan merayu? Aku siap merayumu.

Disisi lain, aku juga punya kelemahan. Kelemahanku adalah terus-terusan memikirkanmu. Saat mendengar namamu seketika diriku hilang kendali. Aku tidak begitu tahan jika harus lama menatapmu bola matamu. Mungkin akan sulit fokus dan obrolan santai kita malah menjadi serius. Tapi tidak masalah karena aku hanya ingin hubungan yang tidak main-main saja. Aku sangat senang dengan gayamu akhir-akhir ini. Sesosok yang tidak terombang-ambing sana-sini. Kamu yang selalu teguh pada prinsipmu, kamu tidak pernah terpengaruh oleh orang di sekelilingmu. Aku heran, dari mana kamu mendapat semua itu? Sepertinya aku perlu belajar darimu.

Setelah beberapa kali hujan, aku coba ingatkan. Tidak semua yang muncul setelah hujan adalah pelangi. Terkadang bisa jadi penjual siomay keliling. Mungkin setelah datangnya perkenalan tidak selamanya langsung menaruh hati. Apalagi setelah tidak dipedulikan hingga larut dalam tangisan. Intinya sudah sama-sama besar, tidak perlu main kejar-kejaran. Aku paham, perihal cinta tidak datang begitu saja. Cinta harus tumbuh seiring waktu disertai rasa nyaman. Bukan sekedar ungkapan yang beberapa hari langsung hilang. Percayalah kita bisa menumbuhkan itu kalau kita mau. Aku yang harus segera datang? Atau kamu sabar dalam tunggu? Tolong beri aku tanda.

Tuhan menciptakan skenarionya bukan semata untuk menjadi terali, namun agar kita bisa saling memahami dan menjalaninya dengan sepenuh hati 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAWAR DI BUMI RAFFLESIA

TENGAH JATUH

CANTIK SEUTUHNYA