MENDAMBA PENDAKIAN

Sepertinya aku harus menuntaskan apa yang pernah kita dambakan, melunasi apa yang menjadi cita-cita dari sekian cerita. Aku berjalan ke puncak pendakian walau tanpa dirimu. Aku terus melangkahkan kakiku. Menerjang rintik hujan dan aku selalu mengingat namamu di setiap perjalananku. Tidak hanya itu, yang ku kira selama perjalanan aku ditemani rasa sepi. Ternyata pradugaku salah, aku bertemu banyak orang yang menyapaku dan senantiasa memberikan semangat di sela-sela badanku sudah terasa penat.

Di sepertiga perjalanan aku sudah disambut oleh hujan, apakah ini tanda alam agar air mataku tetap ku tahan dan cukup air hujan saja yang berjatuhan? Aku mulai kewalahan menerima tanda yang sudah diberikan tuhan, apakah tuhan memintaku agar tetap menuangkan namamu dalam doa-doa ku dan memberikanku lampu hijau untuk memperjuangkan gadis sepertimu? Setidaknya ada tanda darimu dengan menaruh sedikit kepekaan, agar perjuanganku tidak mati sia-sia.

Aku tidak begitu pandai dalam membaca tanda-tanda tuhan, tapi kenapa sosokmu selalu mendekam di pikiranku? Sepertinya aku yang harus mengakhiri atau mencoba untuk tetap hadir tepat di depan bola mata indah mu? Dan memberikan upaya-upaya dalam setiap hubungan kita? Jika mengajakmu makan dan menemanimu membeli barang, bagiku hal yang wajar. Nyatanya bagiku, upaya terbesar dari setiap hubungan adalah komunikasi. Dan kamu terus saja mengabaikanku. Pesan-pesan yang aku kirimkan nyaris tidak kamu hiraukan. Pernah membahas hal acak sampai petang tapi itu dulu, tidak untuk akhir-akhir ini.

Pendakianku telah usai, kini aku harus mendirikan tenda untuk berteduh. Ternyata selain menjadikan pantai sebagai tempat lamunan paling nyaman, di gunung aku juga sempat melamun. Aku masih membayangkan dirimu. Aku masih diburu rasa bersalah tidak mencoba mengajakmu kembali. Dan aku terus-terusan mencoba menenangkan diriku sendiri.

Esok hari telah tiba, aku hanya bisa menyambut tebalnya kabut. Yang ku kira akan disuguhi pemandangan menawan, ternyata ada pertanda lain dari Tuhan. Apakah karena aku tidak mencoba merayumu untuk pergi bersamaku? Ataukah ini sudah menjadi takdir dari sang pencipta? Tanda Tuhan memang sulit ditebak. Aku sangat yakin Tuhan menciptakanmu bukan bermaksud lain selain untuk aku kejar dan miliki. Dan bukan untuk saling berjaga jarak.

Aku sangat bingung, kenapa aku harus menyukaimu. Aku tidak mempunyai alasan, terjelas orang sepertimu pantas aku cinta. Selama ini aku membayangkan kamu yang sudah terasa asing dan kalau pun kita bertemu, mungkinkah tetap berdiri pada kata 'saling' atau akan membawa pasangan masing-masing? Semoga firasatku keliru. Aku tidak benar-benar siap jika harus berdiri dengan orang selain dirimu.

Aku sudah kembali, kenangan di puncak pendakian hanyalah sebuah dambaan yang selama ini kita cita-citakan. Semoga lain waktu kita bisa pergi bersama, entah di gunung atau tempat lain yang menjadi favorit kita, atau bahkan ke tempat terindah dimana terkabulnya setiap doa-doa. Singkat saja aku berharap pada kata aku, kamu, hanya akan menjadi kita, dan disertai tempat yang akan kita kunjungi nanti. Sepertinya kita harus pergi ke tempat yang sama, agar rasa yang ada tidak kunjung mereda dan tetap menjadi cerita kelak di masa tua.

Aku sangat ingin pergi bersamamu. Tapi, rayuanku selalu dihantui rasa kaku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAWAR DI BUMI RAFFLESIA

PESAN HARI RAYA

SIKLUS TAWA