PESAN HARI RAYA

Daun tak bergerak suara beduk menggema, kertas sisa kembang api bertebaran di jalanan. Aku berkenalan dengan waktu yang tak pernah saling jumpa di masa luang. Kepada ruang-ruang sempit penuh dengan cerita asmara, lama-kelamaan malah membatu. Aku menanggalkan semua untaian yang sempat tertulis di ujung buku, tersimpan di lemari. Pada isyarat yang tidak sempat terbaca. Dua bola mata bersih menatap dengan penuh arti.

Seminggu sebelum aku pulang dari rantauan. Seorang teman tengah mengajakku bertemu di coffee shop pinggiran kota. Sembari bercerita tentang apa yang terjadi pada dirinya. Tentu tidak lupa untuk seduhan Manual Brew. Obat pereda kantuk saat berkendara, karena perjalanan lumayan panjang di malam hari. Temanku bercerita kalau dirinya sedang kasmaran, sebelumnya dia pernah meminta pendapatku saat hendak mendekati seorang gadis.

Kala itu kali pertama dia jatuh hati dalam pertemuan pertamanya. Aku sarankan kalau memang sudah mantap dan yakin langsung ungkapkan saja. Padahal kalau di posisi itu, aku sendiri pasti berpikir berkali-kali. Saat malam sebelum pulang akhirnya dia bercerita tentang hasil dari fase pre-relationshipnya. Gadis itu minta padanya "kamu jadi temanku saja ya". Mendengar hal itu, sebagai teman yang tangguh dan tidak ingin membuat suasana menjadi sedih. Aku sampaikan saja "berarti dia memintamu untuk menemaninya seumur hidup". Aku hanya ingin membuat temanku bersemangat. 


Malam hari sengaja aku pilih menjadi waktu yang pas untuk berkendara. Meski terkesan sunyi banyak sekali keramaian di kepala manusia. Memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan. Hingga membuat Pikiran kepenuhan. Seketika perut merasa lapar aku mampir di sebuah angkringan samping alun-alun. Aku berjumpa dengan orang tua. Sedikit berbincang, dia yang sempat meminta sang anak berhenti bekerja. ujung-ujungnya dihantui penyesalan, karena tidak tahu tentang sulitnya mencari lapangan kerja di luaran. 

Setelah habis tiga bungkus nasi kucing, kemudian datang lagi seorang bapak-bapak yang kesulitan tidur karena harus membayar sewa kapling. Terlihat murung dan terdengar logat bahasa yang berbeda. Meski begitu aku juga sempat merasa iri, karena si bapak ini bercerita tentang pemimpin di daerahnya. Sangat kerja keras sampai masung ke gorong-gorong. Sementara di daerahku banyak jalanan yang hancur lebur tidak karuan, karena pemimpinnya sibuk mencari pencitraan.

Hari ini tepat dengan hari kemenangan. Lantas siapa yang pantas menang? Mereka dipinggiran yang selalu banting tulang? Mereka yang selalu mencukup-cukupkan uang belanjaan? Padahal kalau dipikir, tidak akan masuk di akal. Atau meraka yang bebas melakukan dosa karena selama sebulan penuh sudah menahannya? Atau para penguasa yang bebas melakukan apa saja untuk dirinya? Ataukah diriku yang menang atas pilihanku untuk tetap memilihmu? Kira-kira siapakah yang paling berhak untuk menang.

Menang bukan berarti tidak minta maaf dan tidak saling memaafkan. Menang adalah mereka yang berlapang dada untuk menerima kesalahan yang pernah diperbuat. Kesalahan yang sering terjadi tanpa alasan pasti dan hati selalu tabah menerimanya. Barangkali kalimat "Minal aidzin wal faidzin" yang kamu kirim aku membacanya sebagai "aku merindukanmu". Entah ini hanya sebatas pengandaian atau pernah terwujud, aku tidak tahu.

Sepulang dari Langgar dengan sepasang sandal jepit dan sajadah melipat dibahu kanan. Tercium aroma santan dan potongan daging ayam kian menyengat di rumah-rumah. Sebentar, siapa gadis berpakaian Abaya hitam itu? Terlihat anggun dan mendominasi di setiap keberadaannya. Sangat cantik, dengan jarum pentul tersangkut di atas kerudung. Siapa yang bisa menahanku untuk tidak jatuh cinta meronta-ronta? Siapa yang menyiapkan rangkaian ini hingga semua orang berdandan sangat rapi? Dan tetap saja kamu pemenangnya. 

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, hujan tiba-tiba turun. Entah pesan apa yang ingin disampaikan alam aku tidak begitu paham. Berkumpul dengan keluarga sembari makan kue dan kacang-kacangan. Selalu ramai kalau ada anak-anak, mau mereka bermain kejar-kejaran ataupun menangis bagiku terlihat seru. Anehnya mereka yang lebih dewasa menebak tentang perihal kisah asmaraku, aku kaget semua nyata dan persis dengan yang terjadi selama ini. 

Selain itu aku pergi untuk bertemu dengan teman lama dan orang-orang yang jarang sekali bertemu. Tidak bisa dipungkiri, sebuah obrolan pastinya ada beberapa pertanyaan yang mengganjal. Kadang malah sampai menyinggung di hati. Begini mereka yang bertanya tidak salah, karena memang jarang ketemu dan tidak tahu tentang kehidupan kita. Seharusnya kita perlu menjawab dengan santai dan sedikit menyelipkan guyonan di dalamnya.

Ternyata dari semua kalimat rayuan, ungkapan dan pujian. Terpenting adalah menyadari semua kesalahan dengan kata "Maaf"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAWAR DI BUMI RAFFLESIA

TENGAH JATUH

CANTIK SEUTUHNYA